Selasa, 07 Januari 2014

Gas Nyembur, Warga Ngungsi

Gas Nyembur, Warga Ngungsi
Bikin Panik: Petugas kepolisian berjaga di sumur minyak MJ 89, tepatnya di Jalan YKB depan SDN 2 Mangunjaya yang sempat mengeluarkan semburan gas sehingga membuat warga ekitar mengungsi

BABAT TOMAN --- Pengelolaan sumur minyak secara ilegal (ilegal drilling, red) yang dilakukan warga Desa Bruge, Kelurahan Mangunjaya, Kecamatan Babat Toman, terus berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat dan lingkungan sekitar.

Pasalnya, semburan gas keluar dari sumur minyak MJ 89, tepatnya di Jalan SMP YKB depan SDN 2 Mangunjaya, persis di belakang rumah salah sorang warga, Azhar. Informasi yang dihimpun, semburan gas kering mengandung H2S, Minggu (5/1) sekitar pukul 17.30 WIB, menyerang warga menyelimuti wilayah Mangunjaya.

Beberapa warga terpaksa mengungsi menghindari semburan gas yang mematikan dan rawan terbakar tersebut. Warga, yakni Abdul Motolik, Mesran, H Zukar berinisiatif untuk cepat melaporkan kejadian ke PT Pertamina EP Asset I Field Ramba SP Mangunjaya.

Selang beberapa menit, petugas Pertamina datang dan segera melakukan penutupan saluran semburan gas dan kondisi kembali aman. Usai penutupan semburan gas itu. Pihak PT Pertamina EP Asset I Field Ramba SP Mangunjaya Ubep melakukan pembongkaran pengelolaan illegal drilling dan diambil alih oleh perusahaan BUMN itu.

"Kami mencium aroma gas yang menyengat dan keluar dari sumur minyak itu. Takut terjadi kebakaran, saya dan keluarga terpaksa keluar rumah dan mengungsi ke rumah keluarga yang letaknya 200 meter dari lokasi semburan gas," ujar salah seorang warga yang tak mau disebutkan namanya.

Terpisah, PR Manager PT Pertamina EP< Agus Amperianto mengatakan, sumur minyak MJ 89 milik PT Pertamina EP Field Ramba, Minggu (5/1), sekitar pukul 17.30 WIB, mengeluarkan bunyi dan semburan gas.

"Semburan gas itu terjadi akibat aktivitas penambangan liar yang membuka proteksi sumur (blind flange)," ujarnya. (yud/vin/ce5)

Sumatera Ekspres, Selasa 7 Januari 2014

Elpiji 3 kg Langka

Elpiji 3 kg Langka
Makin Susah: Naiknya harga elpiji 12 kg membuat warga Sumsel, termasuk di Kabupaten PALI beralih ke elpiji 3 kg. Tampak warga membeli elpiji 3 kg di Rusun Palembang

PALI Kebijakan PT Pertamina menaikan harga elpiji nonsubsidi kemasan 12 kg secara serentak di seluruh Indonesia ternyata berimbas ke wilayah Pendopo, Kecamatan Talang Ubi, Kabupaten Penungkal Abab Lematang Ilir (PALI).

Mendadak elpiji subsidi tersebut langkah di pasaran. Tak ayal, warga yang hendak menukarkan tabung miliknya pun kelabakan. Seperti diungkapkan Robby, warga Handayani Mulia, Kecamatan Talang Ubi, Kabupaten PALI, ia sulit sulit mencari tabung elpiji melon meski telah berkeliling ke sejumlah toko.

"Untung saja di Talang Ubi ada. Itu pun tinggal berapa tabung. Telat dikit saja bisa tidak kebagian. Padahal jarak rumah saya dengan Talang Ubi sekitar satu kilometer lebih," ujarnya.

Meski langka, harganya masih Rp 18 ribu per tabung. Nasib sama dialami Taufik, warga Talang Pegang, Kecamatan Talang Ubi. Meskipun rumahnya tidak jauh dari pasar impres, Taufik juga mengaku kesulitan mendapatkan tabung elpiji 3 kg

"Di warung-warung dekat rumah sudah habis galo," kata Taufik yang juga berprofesi sebagai guru itu. Pantauan koran ini, di beberapa warung pengecer, tabung gas elpiji 3 kg mengalami kekosongan.

Wandi, pemilik salah satu toko mengaku tidak berniat menjual elpiji tabung 12 kg. Ia sempat bertanya di agen, harganya sudah mencapai Rp 145 ribu. "Kalau sudah semahal itu, berapo lagi kami mau jual," keluhnya. (ebi/win/ce5)

Sumatera Ekspres, Selasa, 7 Januari 2014

Senin, 06 Januari 2014

Harga Cabai Meroket

Harga Cabai Meroket

MUSI RAWAS --- tidak hanya harga gas elpiji 12 kg yang mengalami kenaikan beberapa hari terakhir. Sebagian kebutuhan pokok lainnya juga mengalami hal sama. Misalnya saja, sayur mayur seperti cabai merah yang melonjak dua kali lipat.

Devi, salah seorang pedangang di pasar tradisional B Srikaton, Kecamatan Tugumulyo mengungkapkan, harga cabai merah sebelumnya per kilo dijual Rp40 ribu, kini naik menjadi Rp50 ribu. kenaikan harga cabai merah tersebut sudah terjadi sepekan terakhir, dampak dari musim hujan. "Kalau tidak menaikan harga, kami tidak dapat untung," ungkapnya.

Dia menjelaskan, kenaikan harga cabai merah sudah dari petani Curup, Bengkulu yang mana sebagian besar komoditi sayur mayur, khususnya cabai berasal dari sana. "Harga itu juga sudah naik dari petani Curup yang mengirimkan cabai tersebut," jelasnya.

Sama halnya dengan Rina, penjual cabai di Pasar B Srikaton. Kenaikan harga cabai terus meningkat tajam, pasalnya harga yang sebelumnya Rp25 ribu naik menjadi Rp40 ribu dan saat ini menjadi Rp50 ribu per kilonya. Bahkan dirinya tidak mau mengambil risiko dengan membeli dalam jumlah banyak. "Kami juga mau dapat untung, makanya kami ikut menaikan harga. Memang sudah dari sana kok," celetuk Rina.

Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Pasar (Disperindagsar) Kabupaten Mura, Yamin Pabli mengatakan, pihaknya akan menerjunkan tim ke lapangan guna mengetahui melonjaknya harga cabai merah tersebut. Tak hanya itu, harga sembako lainnya juga akan dilakukan pemantauan. "Kami akan segera menerjunkan tim untuk mengecek ke lapangan. Termasuk komoditi sayur mayur yang lainnya," pungkasnya. (wek/ce5)

Sumatera Ekspres, Senin, 6 Januari 2014

Petani Kubis Merugi


Hama Bambang Menyerang



Petani Kubis Merugi
HAMA: Serangan hama bambang sejenis kupu-kupu putih mengakibatkan kualitas tanaman kubis di Pagaralam menurun. Selain menimbulkan keriting, hama ini juga bisa membuat tanaman mati


PAGARALAM --- Cuaca yang tidak menentubeberapa bulan terakhir berimbas pada kualitas produksi jenis sayuran. Salah satunya kubis di wilayah Batang Bange, Kecamatan Pagaralam Utara, yang diserang hama bambang berupa kupu-kupu putih yang membuat kubis keriting dan mati.


"Hama kupu-kupu putih yang memakan tanaman ini dinamai petani hama bambang. Jika terserang hama ini, maka kubis tidak tumbuh alias mati dan keriting menguning," terang Bari (53) petani kubis di Dusun Batang Bange. Serangan hama ini tidak hanya menyerang kebun kubisnya yang saat ini sudah mulai masuk masa panen, tapi juga sudah menyerang hampir merata di daerah ini. Jika diserang sudah hampir panen petani masih bisa panenmeskipun hasilnya tidak akan sesuai dengan harapan petani yang ada.

Tapi jika belum masuk masa panen, maka petani akan mengalami rugi besar akibat tanaman yang ada tidak tumbuh dengan baik. "Untuk satu hektare lahan kebun kubis yang modalnya sekitar Rp1 jutaan biasanya petani kubis memanen sekitar 10 ton kubis. Namun jika sudah diserang hama ini paling banyak petani dapat hasil sekitar 2 ton saja," beber Bari seraya mengatakan, saat ini harga jual kubis cukup tinggi sekitar Rp2.500 per kilonya.

Senada diungkapkan Adi (34) salah seorang petani kubis daerah setempat. Menurutnya, tanaman kubis ini sangat rentan dengan cuaca yang menyebabkan daunya kering. "Sebagian tanaman kubis daunnya mulai kering akibat diserang hama bambang ini," tegasnya seraya memperlihatkan beberapa buah tanaman kubis miliknya yang telah keriting.

Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hotikultura, Ir Jumaldi Jani MM melalui Kasi Pengendalian Penyakit Hama Tanaman (PPHT) Encon Isworo mengatakan, pada musim pancaroba sejumlah hama dan penyakit rentan menyerang tanaman petani yang ada di Kota Pagaralam. Untuk itu, pihaknya melalui penyuluh pertanian yang ada disetiap kecamatan melakukan penyuluhan terkait cara-cara pencegahan dan penanggulangan sejumlah hama dan penyakit yang ada. "Untuk kasus yang ada pihaknya akan menerjunkan tim untuk mengecek," tegasnya. (aid/ce5)

Sumatera Ekspres, Senin, 6 Januari 2014